Apa Itu Crisis Fatigue?
Crisis fatigue, atau kelelahan krisis, adalah kondisi kelelahan emosional, mental, dan fisik yang muncul akibat paparan berkepanjangan terhadap situasi krisis. Bisa karena bencana alam berulang, pandemi, konflik, atau serangkaian kejadian traumatis yang tidak berhenti-berhenti. Istilah ini berkaitan dengan konsep lain yang telah dipelajari, seperti compassion fatigue, burnout, atau resilience fatigue, tetapi menekankan konteks eksternal, yaitu terus-menerus hidup dalam atau menonton krisis. Dalam literatur, fenomena ini juga dibahas sebagai “disaster fatigue” atau “community disaster fatigue”.
Penyebab Kelelahan Krisis
Berikut ini beberapa penyebab kelelahan krisis:
-
Paparan kronis terhadap berita buruk dan trauma. Arus informasi 24/7 membuat orang sulit mundur dari stimulasi emosional. Studi menunjukkan hubungan antara paparan berita krisis yang terus-menerus dengan penurunan keterlibatan dan stres kronis.
-
Beban kerja dan tugas berulang pada responder. Tenaga medis, relawan, dan pekerja darurat yang terus dipanggil cenderung mengalami penurunan kapasitas coping (kemampuan mengatasi stres). Ada bukti yang mengaitkan tugas berulang di unit gawat darurat dengan risiko burnout dan compassion fatigue.
-
Kondisi sosial-ekonomi dan ketidakpastian. Kehilangan harta, rumah, mata pencaharian, serta ketidakpastian tentang bantuan membuat stres kronis pada komunitas. Penelitian lapangan di komunitas yang mengalami bencana berulang menunjukkan munculnya resilience fatigue akibat sumber daya yang tidak memadai.
Tanda-Tanda Kelelahan Krisis

Kelelahan krisis bisa muncul secara halus lalu meluas. Gejala umum meliputi:
- Emosional: mudah lelah, sinis, mati rasa, gampang marah, perasaan putus asa.
- Kognitif: sulit berkonsentrasi, keputusan menunda, penurunan kemampuan memecahkan masalah.
- Fisik: gangguan tidur, nyeri kepala, gangguan pencernaan, kelelahan yang berkepanjangan.
- Perilaku: menarik diri, menunda mengambil tindakan, penurunan partisipasi sosial atau penghindaran berita.
Siapa yang Paling Rentan?
Orang-orang yang paling rentan mengalami kelelahan krisis antara lain:
-
Responden darurat dan tenaga kesehatan. Karena paparan langsung terhadap trauma dan beban kerja tinggi. Studi lintas negara terus menemukan prevalensi compassion fatigue di antara tenaga medis gawat darurat dan perawat.
-
Relawan jangka panjang dan pekerja sosial komunitas. Yang terus membantu tanpa jeda istirahat memadai (konsep disaster fatigue dan resilience fatigue pada komunitas).
-
Korban langsung dan masyarakat yang sering terkena bencana. Kehilangan berulang dan ketidakpastian ekonomi melemahkan kapasitas coping keluarga dan komunitas.
-
Jurnalis dan warga yang terus-menerus mengikuti berita. Paparan informasi traumatis nonstop meningkatkan risiko stres kronis.
Cara Menangani Kelelahan Krisis
Ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi kelelahan krisis:
-
Batasi paparan berita tanpa menyurutkan kewaspadaan. Pilih sumber tepercaya, atur waktu mengecek kabar (misalnya dua kali sehari), dan hindari scroll nonstop. Kontrol atas paparan informasi membantu menurunkan kecemasan.
-
Istirahat terjadwal dan pemulihan. Cuti, tidur cukup, dan aktivitas yang memberi kepuasan (hobi, interaksi sosial) membantu memulihkan kapasitas emosional. Intervensi pengelolaan stres menunjukkan efek protektif terhadap burnout.
-
Dukungan tim dan supervisi untuk tim tanggap darurat. Rotasi tugas, supervisi dukungan psikologis, dan pelatihan pra penugasan terbukti menurunkan insiden compassion fatigue.
-
Pelatihan pertolongan psikologis dan keterampilan coping. Model Psychological First Aid dan program resilience building dapat membantu komunitas pulih lebih baik setelah bencana. Ada program yang disesuaikan untuk konteks Indonesia yang menunjukkan hasil positif di lapangan.
-
Akses layanan kesehatan mental. Konseling, terapi perilaku kognitif, atau kelompok dukungan dapat ditawarkan bagi mereka dengan gejala menonjol. Metaanalisis intervensi untuk compassion fatigue menunjukkan manfaat program terstruktur.
Efek Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Ada beberapa efek jangka pendek dan jangka panjang dari kelelahan krisis, seperti:
-
Jangka pendek: penurunan fungsi sehari-hari, gangguan tidur, hubungan interpersonal tegang, penurunan produktivitas serta peningkatan risiko kesalahan di pekerjaan (terutama sektor kesehatan dan tanggap darurat).
-
Jangka panjang: jika tak ditangani, kelelahan krisis dapat berkembang menjadi gangguan suasana hati (depresi), gangguan kecemasan kronis, PTSD pada beberapa individu, dan menurunnya kapasitas komunitas untuk pulih dari bencana berulang. Studi ekologi sosial menyebutkan fenomena resilience fatigue yang menurunkan kemampuan pemulihan komunitas.