Peran Mantri BRI di Desa: Selamatkan UMKM dan Tingkatkan Ekonomi Lokal

Erlita Irmania
0

Kiswanto: Dari Bangkrut ke Sukses Berkat Bantuan Mantri BRI

Kiswanto, seorang warga Desa Kedungsari, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kini menjadi salah satu penyuplai buah matoa terbesar di wilayah tersebut. Namun, perjalanan bisnisnya tidak selalu mulus. Sepuluh tahun lalu, ia pernah mengalami kebangkrutan akibat gaya hidup yang tidak terkendali dan pengelolaan keuangan yang buruk.

Pada masa itu, uang yang seharusnya digunakan untuk menjalankan bisnis justru habis untuk kebutuhan pribadi yang tidak penting. Akibatnya, ia terjebak dalam utang yang sulit dibayar. Pada akhirnya, ia masuk ke dalam daftar hitam (black list) dari lembaga keuangan. Namun, semangatnya tidak pernah padam. Ia tetap berusaha bangkit kembali.

Dalam situasi seperti ini, bantuan datang dari Mantri BRI, seorang penasihat keuangan yang memberikan pendampingan dan akses ke modal usaha. Awalnya, ia ragu karena memiliki riwayat kredit macet. Namun, Mantri BRI menjelaskan bahwa ada program khusus untuk nasabah eks-DH. Dengan pinjaman awal sebesar Rp 20 juta, ia berhasil membayar cicilan secara lancar. Seiring waktu, bisnisnya berkembang hingga saat ini.

Bisnis Matoa yang Menguntungkan

Kiswanto memulai bisnisnya sebagai pemasok buah-buahan sejak tahun 2009. Produk utamanya adalah buah matoa, yang juga menjadi produk unggulan Desa Kedungsari. Hampir semua warga desa memiliki pohon matoa, baik di pekarangan rumah maupun kebun.

“Saya sendiri merupakan petani, penebas, pengepul, dan penyewa. Matoa kebanyakan saya kirim ke Jakarta, terutama ke Pasar Induk Kramatjati,” kata Kiswanto. Saat musim panen raya, antara Agustus sampai Oktober, ia bisa mengirimkan di atas dua ton per hari.

Baru-baru ini, ia juga menjadi pemasok buah matoa untuk kebutuhan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kudus, Kendal, hingga Sidoarjo. Meski permintaan tinggi, ia mengakui bahwa stok sedang langka dan harga mencapai Rp 48 ribu sampai Rp 50 ribu per kilogram.

Selain matoa, ia juga menyediakan buah-buahan lain seperti jambu citra dan mangga kiojay. Selain itu, ia juga menjadi penyuplai madu. Dengan berbagai produk usahanya, perputaran uang dalam sebulan bisa mencapai Rp 1 miliar.

Peran Mantri BRI dalam Pengembangan UMKM

Kiswanto tidak menampik bahwa kesuksesannya tidak lepas dari bantuan Mantri BRI. Melalui pendampingan mereka, ia bisa mengakses permodalan dengan nominal yang meningkat secara bertahap. Setelah berhasil melunasi pinjaman Rp 20 juta, ia kemudian mengambil KUR sebesar Rp 200 juta. Prosesnya mudah dan cicilan ringan.

Peran Mantri BRI tidak hanya terbatas pada pendanaan. Mereka juga menjadi garda terdepan dalam pengembangan UMKM di desa melalui inklusi keuangan. Mereka memberikan akses kepada UMKM terhadap produk-produk perbankan yang bisa membantu mereka mengembangkan bisnis.

Klaster dan Program Desa Brilian

Mantri BRI juga berperan dalam membentuk klaster UMKM. Di Kedungsari, misalnya, dibentuk Klaster Matoa yang dipimpin oleh Kiswanto. Anggotanya terdiri dari para penebas kecil-kecilan. Tujuan pembentukan klaster ini adalah untuk mengembangkan UMKM matoa melalui pendampingan, pelatihan, pembiayaan, hingga perluasan jaringan pemasaran.

Selain itu, BRI juga mengembangkan perekonomian desa melalui program Desa Brilian. Program ini menggabungkan empat aspek, yaitu penguatan BUMDes, digitalisasi, inovasi, dan keberlanjutan. Salah satu desa yang merasakan dampak positifnya adalah Desa Bumimulyo, Kecamatan Batangan, Pati.

Nina Mahardani, Ketua BUMDes Tambak Jaya, mengatakan bahwa program Desa Brilian memberikan banyak manfaat, termasuk pelatihan dan digitalisasi pemasaran. Bahkan, desanya masuk 15 besar Desa Brilian tingkat nasional.

Literasi Keuangan dan Pengembangan Budaya

Salah satu peran penting Mantri BRI adalah edukasi literasi keuangan. Mereka membantu masyarakat memahami pentingnya investasi dan menghindarkan mereka dari pinjaman ilegal. Contohnya, Mantri BRI Unit Juwana 1, Muji Nastiti, membantu para perajin batik di Desa Bakaran Wetan menghindari “bank minggon” yang memiliki bunga tinggi.

Batik bakaran, yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb), kini bisa berkembang berkat akses permodalan dari BRI. Dengan bantuan KUR, para perajin bisa memproduksi kain batik dengan lebih lancar.

Program Desa Brilian juga mendukung pengembangan batik bakaran melalui digitalisasi dan bantuan CSR untuk kegiatan festival. Museum Batik Sudewi di Bakaran Wetan, misalnya, menjadi pusat penjualan dan pameran kain batik tulis.

Dengan bantuan Mantri BRI, ekosistem perekonomian di desa-desa terus berkembang. Mereka tidak hanya memberikan akses keuangan, tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk maju bersama.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
3/related/default