Insentif Otomotif Minim, Strategi Vinfast dan BYD Menghadapi 2026

Erlita Irmania
0

Erfa News, JAKARTA - Pemerintah telah menyetujui keputusan untuk menghentikan pemberian insentif fiskal terhadap industri otomotif pada tahun 2026. Keputusan ini diambil melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang resmi mengumumkan bahwa insentif impor utuh (completely built up/CBU) untuk mobil listrik murni akan berakhir pada akhir 2025.

Berdasarkan Peraturan Menteri Investasi Nomor 6/2023 dan Nomor 1/2024, batas waktu importasi dan program insentif impor mobil listrik akan berakhir pada 31 Desember 2025. Sementara itu, sesuai dengan peta jalan TKDN, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, pabrikan mobil listrik harus memenuhi komitmen produksi 1:1, dengan spesifikasi teknis mencakup daya motor listrik dan kapasitas baterai minimal sama atau lebih tinggi.

Kalangan pelaku industri otomotif masih berharap adanya insentif pada 2026, mengingat penjualan mobil hingga menjelang tutup tahun 2025 sedang dalam kondisi yang tidak stabil. Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Putu Juli Ardika, menyatakan bahwa stimulus pemerintah sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penjualan otomotif nasional, terutama karena daya beli masyarakat yang masih melemah.

Gaikindo berharap pemerintah kembali memberikan insentif untuk mendukung penjualan mobil domestik, dengan skema serupa seperti saat pandemi Covid-19. Sebagai contoh, pada awal 2022, pemerintah memperpanjang insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Ditanggung Pemerintah (DTP) sebagai bagian dari program pemulihan industri otomotif, yang berhasil mendorong penjualan mobil hingga lebih dari 1 juta unit pada 2022.

“Memang dalam kondisi sekarang ini, pembelian belum begitu bagus. Kalau dikasih insentif, paling tidak seperti waktu Covid-19, jadi harga mobil lebih affordable sehingga bisa mendorong volume kendaraan,” ujar Putu saat ditemui di ICE BSD, Tangerang.

Meskipun penjualan mobil pada 10 bulan 2025 masih berada di kisaran angka 600.000 unit, Gaikindo menargetkan penjualan mobil domestik dapat mendekati 800.000 unit hingga akhir 2025. “Kalau volume penjualan makin besar, nanti yang lain ikut bergerak. Kita harus menjaga kesempatan kerja, menjaga ekspor kita, dan menjaga ekosistem otomotif ini bisa dipertahankan,” tambah Putu.

Wakil Presiden Direktur TMMIN, Bob Azam, menyatakan bahwa Indonesia perlu mempertahankan posisi sebagai pasar otomotif terbesar di Asean agar pelaku industri tidak hengkang dari Tanah Air. “Kami harapkan bisa 800.000 total marketnya, supaya kita masih bisa di atas Malaysia. Karena reputasi itu penting, kalau Indonesia sudah tidak nomor satu di Asean, nanti khawatirnya ekosistemnya pindah,” ujar Bob.

Bob menambahkan bahwa sejumlah negara Asean, seperti Vietnam dan Malaysia, masih memberikan insentif untuk memperkuat pasar otomotif. Vietnam, misalnya, menurunkan PPN dari 10% menjadi 8%, sedangkan Malaysia memberikan program insentif bagi pembeli mobil sejak masa pandemi. Industri otomotif dinilai memiliki efek pengganda dan berkontribusi besar terhadap pendapatan daerah.

Sementara itu, para produsen mobil pun telah menyiapkan strategi untuk menghadapi tahun 2026, di antaranya dengan mulai memproduksi lokal produknya.

Vinfast

Pabrikan kendaraan listrik asal Vietnam, Vinfast, menanggapi rencana pemerintah yang akan menyetop insentif impor mobil CBU untuk kendaraan listrik baterai (BEV) pada akhir Desember 2025. CEO Vinfast Indonesia, Kariyanto Hardjosoemarto, menyampaikan bahwa pihaknya masih mencermati keputusan final oleh pemerintah ke depan.

Namun, dia menyebut bahwa pembangunan pabrik Vinfast di kawasan Subang, Jawa Barat menjadi bentuk kepatuhan perseroan terhadap aturan pemerintah, termasuk mengenai syarat terkait insentif. “Keputusan membangun pabrik itu kan juga berdasarkan peraturan pemerintah pada saat itu, yang mewajibkan kalau suatu brand ingin dapat insentif, maka harus membangun pabrik yang siap beroperasi pada 1 Januari 2026. Kami sudah penuhi hal tersebut,” kata Kerry, sapaan akrabnya, dalam agenda Vinfast Indonesia B-Camp 2025 di Bogor, Jawa Barat pada Rabu (3/12/2025).

Apabila tak ada insentif tambahan dari pemerintah pada tahun depan, dia menyebut Vinfast akan bertumpu pada produk hasil rakitan pabrik di Subang. Menurut Kerry, produksi dalam negeri tersebut akan menjadi kekuatan baru bagi perusahaan, sehingga tidak banyak terdampak penghentian insentif. Kendati demikian, pihaknya masih mengharapkan adanya insentif lain yang kembali diterapkan pemerintah, salah satunya insentif pajak pertambahan nilai barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP).

Honda

Produsen mobil asal Jepang, PT Honda Prospect Motor (HPM) tengah menyiapkan strategi untuk menjaga kinerja penjualan, seiring dengan insentif untuk industri otomotif yang diprediksi akan minim pada 2026. Sales & Marketing and After Sales Director PT Honda Prospect Motor, Yusak Billy, menyampaikan bahwa perseroan meyakini pemerintah akan mempertimbangkan kebijakan terbaik bagi perkembangan industri otomotif.

"Apa pun aturannya, kami akan menyesuaikan strategi agar tetap memberi value terbaik bagi konsumen melalui produk yang berkualitas dan layanan purnajual yang kuat, agar tetap kompetitif dalam berbagai kondisi kebijakan," ujarnya kepada Bisnis, dikutip Selasa (9/12/2025). Mengacu data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan ritel Honda sepanjang 11 bulan 2025 mencapai 64.225 unit dengan pangsa pasar 8,7%. Billy mengatakan, kontribusi terbesar berasal dari Honda Brio yang membukukan lebih dari 35.000 unit, disusul Honda HR-V dan Honda WR-V yang masing-masing mencatatkan lebih dari 12.000 unit dan 7.000 unit.

Adapun, Honda tetap berupaya mempertahankan pangsa pasar di tengah dinamika industri otomotif yang berlangsung sepanjang Januari–November 2025. Pergerakan pasar yang masih tertekan membuat persaingan semakin ketat, tetapi Honda mengklaim tetap berada dalam jajaran lima besar penjualan nasional. "Sepanjang Januari–November 2025, pasar otomotif bergerak cukup dinamis, namun kami bersyukur Honda tetap berada di 5 besar penjualan nasional," jelas Billy.

BYD

BYD Indonesia tengah membangun pabrik di Subang, Jawa Barat, sebagai komitmen perusahaan dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Investasi sebesar Rp11,2 triliun itu disiapkan untuk memproduksi hingga 150.000 unit per tahun, menjadi fondasi penting bagi BYD dalam memenuhi ketentuan produksi lokal pada 2026.

Namun, BYD menyatakan masih menaruh harapan besar agar pemerintah memperpanjang insentif kendaraan listrik (EV) pada 2026 demi menjaga momentum pertumbuhan industri. Head of Marketing, PR & Government BYD Indonesia, Luther T. Panjaitan, mengatakan bahwa peningkatan signifikan penjualan BYD pada 2025 sangat dipengaruhi oleh fasilitas impor utuh (CBU) yang diberikan pemerintah. “Kinerja penjualan BYD tumbuh signifikan berkat insentif CBU dari pemerintah,” ujar Luther beberapa waktu lalu.

Namun, dia mengaku ragu tren ini dapat berlanjut tanpa kepastian keberlanjutan dukungan kebijakan. “Kami mungkin kurang confidence bahwa tren ini bisa terus berlanjut pertumbuhannya seperti sekarang, jika tidak adanya konsistensi atau perpanjangan dari kebijakan yang sama dengan tahun ini. Dan kami masih berharap ya, kebijakan itu bisa diperpanjang insentif EV,” ucapnya.

Luther menambahkan bahwa di banyak negara, insentif EV umumnya diperpanjang atau disesuaikan ketika pasar menunjukkan perkembangan positif. Dengan pangsa pasar EV nasional yang telah menyentuh 15% per November 2025, ia menilai minat dan kesadaran masyarakat terus meningkat. “Kami masih berharap mudah-mudahan industri otomotif semakin bisa berkembang di tahun depan,” katanya.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
3/related/default